Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
Aku baru aja baca-baca a glimpe sebuah blog seorang remaja perempuan di US. Dia punya masalah dengan DSPS (Delayed Sleep Phase Syndrome). Liat aja di Wikipedia, ya, apa itu DSPS. Gambarannya, DSPS itu adalah satu masalah jam tidur rutin yang terlambat, bisa mendekati pagi hari. Jumlah jam bobok-nya tidak kurang, hanya alokasinya yang tidak sama dengan sebagian besar orang.
Nah, orang ini punya tulisan yang agak rough. Aku jadi terkaget-kaget bacanya. I don't recommend you to read it. Pake kata-kata yang agak kasar gitu seperti “damnit” (Kayaknya dia salah spell, kali, ya? Mesinya "damn it”, bukan? Eh, kok dibahas! Haha).
Anyway, aku curious to know her mind. Jadi aku baca-baca beberapa postings-nya. Random aja karena banyak juga sedang dia sudah mulai nge-blog dari bulan Januari 2007.
Nah, aku menemukan satu posting yang dia bikin tanggal 30 September 2008. Di salah satu posting-nya dia cerita bahwa dia happy. Singkat cerita, dia merasa heran juga bahwa kejadian yang sedang diceritakannya itu ternyata membuat dia merasa happy.
Lalu dia jadi merenungkan soal happy itu. Salah satunya dia tuliskan: “Maybe happiness didn’t have to be about the big sweeping circumstances, about having everything in your life in place.” Dan sederet maybe's sampai kemudian dia tulis lagi “May be I just need someone. Anyone”. Baca ini, I then went “uuh..”
Sedih bacanya. Her life seems to be fine. Ada sekilas dia sebutkan tentang ayahnya yang kayaknya punya masalah komunikasi dengannya. Tapi aku selalu percaya pasti keadaannya lebih complicated dari yang kita bisa tebak.
Aku jadi inget salah satu pacarku (eh, iya.. aku punya banyak pacar dulu.. ha ha ha..) pernah tanya aku kenapa aku mau married. Saat itu aku bengong karena gak pernah kepikiran kenapa mau married. Nikah. Pastilah karena sebelum pertanyaan itu muncul aku sudah terbiasa dengan pola pikir bahwa kalau kita sudah dewasa, maka kita akan menikah.
Karena aku bengong, pacarku itu menjawab sendiri pertanyaannya. Katanya, "kalau saya, saya mau menikah supaya bahagia".. I go "Ooo.. gitu?"
Tapi sejak itu jadi kepikiran, "Bahagia itu apa, ya?" It was in 1994. Sampai lewat sepuluh tahun setelah itu aku masih belum menemukan jawabannya. Jawabannya barangkali kira-kira seperti pertanyaan remaja Amerika yang aku kutip di atas. Hard to describe.
Nah, orang ini punya tulisan yang agak rough. Aku jadi terkaget-kaget bacanya. I don't recommend you to read it. Pake kata-kata yang agak kasar gitu seperti “damnit” (Kayaknya dia salah spell, kali, ya? Mesinya "damn it”, bukan? Eh, kok dibahas! Haha).
Anyway, aku curious to know her mind. Jadi aku baca-baca beberapa postings-nya. Random aja karena banyak juga sedang dia sudah mulai nge-blog dari bulan Januari 2007.
Nah, aku menemukan satu posting yang dia bikin tanggal 30 September 2008. Di salah satu posting-nya dia cerita bahwa dia happy. Singkat cerita, dia merasa heran juga bahwa kejadian yang sedang diceritakannya itu ternyata membuat dia merasa happy.
Lalu dia jadi merenungkan soal happy itu. Salah satunya dia tuliskan: “Maybe happiness didn’t have to be about the big sweeping circumstances, about having everything in your life in place.” Dan sederet maybe's sampai kemudian dia tulis lagi “May be I just need someone. Anyone”. Baca ini, I then went “uuh..”
Sedih bacanya. Her life seems to be fine. Ada sekilas dia sebutkan tentang ayahnya yang kayaknya punya masalah komunikasi dengannya. Tapi aku selalu percaya pasti keadaannya lebih complicated dari yang kita bisa tebak.
Aku jadi inget salah satu pacarku (eh, iya.. aku punya banyak pacar dulu.. ha ha ha..) pernah tanya aku kenapa aku mau married. Saat itu aku bengong karena gak pernah kepikiran kenapa mau married. Nikah. Pastilah karena sebelum pertanyaan itu muncul aku sudah terbiasa dengan pola pikir bahwa kalau kita sudah dewasa, maka kita akan menikah.
Karena aku bengong, pacarku itu menjawab sendiri pertanyaannya. Katanya, "kalau saya, saya mau menikah supaya bahagia".. I go "Ooo.. gitu?"
Tapi sejak itu jadi kepikiran, "Bahagia itu apa, ya?" It was in 1994. Sampai lewat sepuluh tahun setelah itu aku masih belum menemukan jawabannya. Jawabannya barangkali kira-kira seperti pertanyaan remaja Amerika yang aku kutip di atas. Hard to describe.
Comments
Post a Comment
Kasih komentar, ya, supaya aku punya input yang bisa aku kembangkan untuk artikel aku selanjutnya. Menambah wawasan aku juga, kan? Terima kasih sebelumnya, loh!