Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
CERITA SEBELUMNYA (Lihat bagian pertama, bagian kedua)
Nita, seorang sekretaris, hidup dengan pikiran optimis namun tidak neko-neko. Namun, keoptimisannya kerap diuji, apalagi dia "hanya" seorang...
Nita Si Sekretaris
Setelah keluar dari ruangan Bu Marsya dan menutup pintunya, Dave Watson melambaikan tangannya ke arah Nita sambil mengedipkan sebelah matanya. Nita tersenyum dan membalas lambaian tangan Dave. Saat itu Nita sedang menjawab telpon. Walaupun begitu, Dave tidak segera beranjak pergi. Malah tiba-tiba dari balik sakunya, Dave mengeluarkan bungkusan dan ditaruhnya di meja dekat keyboard komputer Nita. Nita terkejut namun gembira dan mengomat-kamitkan ucapan "thank you" ke Dave yang kemudian pergi meninggalkan mejanya.
Asti yang duduk di partisi sebelah melihat Dave sedang meletakkan sesuatu di meja Nita, tanpa menunggu Dave berjalan jauh dulu, langsung bertanya, "...apaan tuh, Nit?"
Nita tidak mengucapkan jawabannya, tapi hanya menoleh saja dan mengangkat pemberian Dave itu, lalu menunjukkannya pada Asti dari jauh.
Seandainya Asti bisa mengerti bahwa Nita sedang menikmati pembicaraan telpon dengan Pak Wiguna.
"Gila lu, Nit!" Kata Asti yang tau-tau sudah muncul di samping meja Nita tanpa mempedulikan kesopanan karena Nita sedang berbicara di telpon. "Lu godain si Dave pake ape, Nit?" Asti ngomong terus, tapi kemudian kembali juga ke mejanya. Ellen yang mendengarkan dari partisi lainnya jadi tertawa mendengarnya.
"Oke deh, Pak. Besok PO-nya bapak sudah terima," sahut Nita sambil tersenyum dan membalas lambaian tangan Dave sambil menutup pembicaraannya di telpon dengan Pak Wiguna.
Bagi Nita, Pak Wiguna memang vendor, supplier yang paling ramah sedunia. Dulu, waktu Nita masih baru kenal, Pak Wiguna sudah memuji-muji suara Nita. Katanya, suara Nita enak didengar di telpon. Waktu itu Nita masih tidak terlalu menanggapi pujian Pak Wiguna. Pada anggapannya, seorang vendor pastilah berusaha manis dan mengambil hati contact person-nya. Makanya dia juga tidak terlalu menanggapi berlebihan jika Pak Wiguna tidak pernah menolak telpon darinya. Walaupun memang sih, setiap kali ada urusan, Nita merasa Pak Wiguna terkesan bersemangat menyambut telpon darinya.
"Siapa tuh, Nit?" tanya Asti setelah Nita menutup telpon tadi.
"Pak Wiguna," jawab Nita sambil terus melanjutkan pengetikan dan matanya mengarah ke monitor komputer.
"Lu kok ga' kasih ke gue telponnya?" tahu-tahu Asti malah bicara dengan nada yang menyambar. "Lu tau 'kan gue masih nungguin pesenan gue? Liat nih, udah tanggal berapa sekarang? Gue capek sama tuh orang susah bener dicariin!"
"Lho, kok lu malah marah ke gue? Mana gue tau, Pak Wiguna hutang orderan sama lu?" jawab Nita membalas dengan ketus.
"Pokoknya gue ga' suka pake Pak Wiguna lagi. Dia ga' becus," ucap Asti masih emosi sambil mendongakkan kepalanya melewati partisi memandang ke arah Nita. Dia sampai-sampai hampir berdiri sewaktu bicara begitu ke Nita.
Terserah. Jawab Nita dalam hati.
"Bu Indira, saya mau ngomong sebentar boleh, Bu?" terdengar suara Asti dari partisi sebelah sedang menelpon Ibu Indira yang ada di lantai delapan.
"Iya, Bu, saya mau komplen soal Pak Wiguna. Dia itu telat-telat melulu. Ngapain sih kita pakai dia terus? Rugi kan kita, Bu. Apalagi pesanan saya, Bu. Bayangin Pak Arifin udah sering ngomel ke saya gara-gara Pak Wiguna, eh, masa saya yang kena sih, Bu? Apalagi yang kemarin lusa itu, bu. Saya sampai capek bolak balik ya telpon, ya fax, ya ganti PO. Eh, malah dia minta yang terakhir itu minta di PO-nya di revisi lagi. Padahal 'kan harusnya dia yang kejar saya... ya 'kan, Bu? Bukan saya, 'kan Bu yang harusnya nyari-nyari dia? Belum lagi yang bulan kemarin itu, Bu. Itu kan ga beres, Bu. Ihhhhh… capek deh Bu sama Pak Wiguna..!" Asti nyerocos terus.
"Iya, Bu. Setuju, Bu," kata Asti lagi setelah tiba-tiba diam sebentar. Bisa jadi saat itu bu Indira memotong ucapan Asti yang panjang bak kereta api. "Jadi, ga usah pakai Pak Wiguna lagi, ya, Bu? Okey deh, nanti saya bikin memo pengajuannya. Makasih ya, Bu Indira."
"Jadi, kita ga pake Pak Wiguna lagi, Ti?" tanya Ellen dari partisi lainnya ke Asti setelah dia menutup telponnya.
"Gue mau bikin memonya dulu," jawabnya, lalu setelah itu melangkah pergi meninggalkan mejanya.
"Gimana sih tuh anak, gue lagi nanya, dia malah ngeloyor..." Ellen malah jadi menggerutu.
Nita hanya diam dan mendengarkan saja.
Bersambung
Updated - Baca juga: "Pembacaan Cerber "Nita si Sekretaris" di Radio Cempaka Asri FM!"