Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
Klik gambar cover di atas untuk melihat artikelku "Managing Your Time between Personal Life and Work" | Lihat artikelku, "Managing Your Time between Personal Life and Work", yang dituliskan berdasarkan pengalaman pribadiku. Artikel ini perlu untuk membuat kita mengerti bahwa kesibukan yang berlebihan seringkali bukan tanda baik, namun justru menunjukkan ketidakmampuan kita mengelola masalah. |
KESUKSESAN seringkali disamakan maknanya dengan bertambahnya kesibukan. Kalau tidak sibuk, ya tidak sukses. Itu sebabnya, banyak orang takut meraih kesuksesan karena [sadar atau tidak sadar] tidak berani untuk bertambah sibuk.
Tidak jarang kita cepat menilai bahwa bila orang yang punya agenda kerja super panjang dan ketat adalah bagian dari kelompok paling sukses. Semakin banyak appointment, semakin baik.
Padahal, hasil riset bisnis [psikologi] menunjukkan bahwa orang yang punya agenda kerja super ketat acapkali tidak lain karena ia "berkhayal" bahwa rentang waktu di masa depan akan berjalan lebih panjang. Orang kerap lupa, bahwa apa yang terjadi sekarang belum tentu terjadi dengan lebih mudah/ringkas di masa depan.
Studi tersebut sudah dilakukan oleh Gal Zauberman, Ph.D dari Universitas North Carolina - Chapel Hill dan John Lynch, Ph.D Universitas Duke. Penelitian mereka telah dimuat di American Psychological Association [APA], pada tahun 2005 lalu.
Penyelidikan mereka berawal dari perkembangan asumsi bahwa orang seringkali berpikir bahwa di masa depan, mereka akan punya banyak waktu. Itulah sebabnya, orang seringkali bisa memiliki banyak appointment, atau berusaha menuntaskan banyak pekerjaan sekarang. Dengan harapan, nanti dia akan punya waktu bebas lebih banyak untuk menuntaskan banyak janji lainnya [misalnya dengan teman, keluarga, atau kekasih].
Padahal dari risetnya yang melibatkan subyek penelitian sebanyak 95 mahasiswa, Zauberman dan Hill menemukan bahwa dalam dunia nyata kita kerap terus sama sibuknya dari waktu ke waktu. Kesibukan esok hari, sebetulnya sama saja dengan sekarang. Bahwa kalimat gumaman kita "masih ada waktu" saat sibuk bekerja, sebetulnya cuma khayalan semu semata yang akan lebih sering diakhiri dengan penyesalan karena kesulitan memenuhi agenda/janji kerja berikutnya.
Intinya, riset tersebut mengingatkan kita untuk selalu teliti dalam memperhitungkan jumlah waktu yang harus dikerahkan untuk menuntaskan suatu pekerjaan. Karena kita pada dasarnya cenderung terus-menerus menanggap bahwa di masa depan ada lebih banyak waktu luang, terlalu optimis, bahkan justru meremehkan nilai suatu kegiatan di masa depan.
Meremehkan suatu kegiatan di masa depan, apalagi karena ketidaktegasan dalam pengaturan waktu, bukanlah masalah ringan. Karena pada ujungnya, kita bisa terperangkap pada rasa bersalah di dalam hati yang menahun.
Pilih Waktu Atau Uang?
Lain halnya dengan uang. Meskipun kita juga cenderung "berkhayal" bahwa nanti akan memiliki uang lebih banyak, namun tingkat keyakinannya tidak seperti imajinasi dalam kebebasan waktu di masa depan. Soal uang, sumberdaya yang lebih kasat mata, manusia bisa lebih realistis.Studi kedua professor tersebut menyatakan bahwa orang cenderung akan lebih mampu memprediksikan kekuatan kantong mereka. Artinya, ketelitian kita memprediksi kemampuan kantong cenderung lebih baik dibandingkan dengan kemampuan kita memperhitungkan waktu kerja secara baik.
Waktu memang sumberdaya yang terbatas. Tuhan tidak membiarkan kita memutar ulang waktu yang sudah berlalu. Tanda orang bijaksana boleh dibilang bercirikan bisa mengatur waktu karena memang pandai memahami situasi dengan tepat. Tugas kita adalah menghitung waktu secara teliti, supaya kita bisa disebut sebagai "Orang Bijaksana".
Begini pesan Gal Zauberman, Ph.D, dan John Lynch Jr., Ph.D:
“People are consistently surprised to be so busy today. Lacking knowledge of what specific tasks will compete for their time in the future, they act as if new demands will not inevitably arise that are as pressing as those faced today.”. |