Skip to main content

Video Baru di YouTube channel-nya Cantik Selamanya #newvideoalert

Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care! 

[MyCupOfStory] Kopi Papa

Ini adalah hari pertama Biya bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan periklanan besar. Boss-nya bule, namanya Mr. Rex Ross. Biya akan menggantikan mbak Yofi yang akan cuti melahirkan selama tiga bulan. Padahal Biya baru lulus dari akademi kesekretarisan. Ijazahnya saja masih belum keluar. Kata Papa, dalam hidup keberhasilan itu ditentukan oleh sembilan puluh persen kerja keras dan sepuluh persen keberuntungan. Karena keberuntungan itu penting, makanya Papa juga bilang, “jadi, berdoalah supaya kamu beruntung. Papa juga doakan supaya kamu selalu beruntung, ya, Cantik!”

Papa memang sering suka mengganti nama Biya dan Una, adik Biya yang umurnya delapan tahun lebih muda dari Biya, dengan “Cantik”. Memang Biya dan Una cantik-cantik, sih..

Dan ternyata omongan Papa terbukti. Biya iseng saja melamar ke perusahaan ini setelah melihat iklan lowongan kerja di papan pengumuman kampus. Dari pada bengong sendirian di kosan, lebih baik iseng melamar pekerjaan. Paling tidak nanti Biya jadi punya pengalaman melamar pekerjaan ‘kan?

Waktu itu, setelah melihat iklan lowongan kerja itu, Biya langsung kembali ke kosannya. Kebetulan kampus juga sepi. Entah ke mana teman-teman yang lain. Lagi juga Biya cuma iseng saja, kok, datang ke kampus. Cari-cari kabar. Soalnya bingung, sih, mau mengerjakan apa? Guling-guling di kasur di kamar kos... sudah. Merapihkan buku-buku.. sudah, kemarin. Dua kali! Mau main internet.. sayang pulsa. Mau masak.. Tidak punya dapur! Ini kosan yang tidak menyediakan dapur umum. Maklum kosan murah. Yang penting ada kamar mandi di dalam kamar saja sudah cukup. Orang tua Biya sedang prihatin, jadi harus hemat.

Pulang ke rumah orang tua juga menghabiskan ongkos saja. Kalau ada berita di kampus ‘kan harus balik lagi ke kampus. Ongkos lagi. Mana jauh pula! Jadilah, setelah kembali ke kosan, Biya langsung mengambil laptopnya dan mengetik surat lamaran itu. Kalau curriculum vitae alias daftar riwayat hidup sih sudah ada karena sudah pernah dibuatkan oleh Mami.. hihihi.. Biya memang beruntung!

Ketika sedang mengetik lamarannya, tiba-tiba Biya teringat bahwa ia belum membuat kopi. Sudah jadi kebiasaan, sambil membaca, Biya suka minum kopi. Kopi putih saja, sih. Itu juga dibelikan Papa satu pak “buat di kosan,” katanya.

Kebiasaan minum kopi ini memang datang dari Papa yang selalu minum kopi setiap pagi dan sore. Sejak masih batita, Papa sudah membiarkan Biya mencoba kopinya. Setelah remaja dan terkena sakit lambung, Biya mengurangi minum kopi hitam dan mengganti dengan kopi susu yang kata Papa hanya boleh diminum kalau perut tidak kosong. Harus makan dulu, katanya.

Biya menyeduh kopi putihnya alias white coffee dengan air dari dispenser pemanas air yang dibeli Papanya untuk di kamarnya. Papa memang super!

Setelah kopinya siap, ia segera kembali ke laptopnya dan menyelesaikan surat lamarannya. Rasanya otak jadi lebih jernih dalam menelaah setiap kata yang sudah terketik di layar monitor kalau sudah minum kopi. Tanpa beban juga, sih. Anggap saja iseng-iseng berhadiah. Hihihi.. Namanya juga baru lulus. Wisuda juga belum! Tapi sudah punya surat tanda lulus sementara, dong. Itu saja yang Biya lampirkan beserta daftar riwayat hidup dan daftar nilai kuliahnya. Untung nilai Biya lumayan bagus. Bahasa Inggris Biya juga lumayanlah karena Mami suka berbicara dalam bahasa Inggris. Katanya kebiasaan di kantor. Iya, deh, Mami.. mentang-mentang pernah bekerja di perusahaan asing! Tapi untung juga Mami norak begitu. Jadinya Biya biasa juga dengan bahasa Inggris. Makanya, waktu wawancara dengan Mr. Rex Ross, Biya tidak canggung menjawabnya.

Biya langsung mengantar lamarannya hari itu juga ke kantor periklanan itu dan ketemu dengan mbak Yofi yang langsung membuka lamarannya di ruang reception, di hadapan Biya. Sambil berdiri. Setelah melihat berkas lamaran Biya, mbak Yofi menyuruh Biya duduk menunggu lalu ia masuk ke dalam kantor. Lama juga. Satu jam! Akhirnya mbak Yofi keluar dan menyuruh Biya masuk. Kaget juga! Setelah ditanya-tanya soal isi daftar riwayat hidupnya, Biya langsung disuruh mengetik selembar dokumen yang dicoret-coret. Tes mengetik. Untung kecepatan mengetik Biya termasuk bagus. Lulus, deh! Mbak Yofi tampak senang.

Lalu, si mbak sekretaris yang sedang hamil tua itu masuk ke kamar kerja Mr. Rex Ross yang ada di depan meja kerjanya. Sebentar kemudian mbak Yofi kembali dan mengajak Biya masuk ke ruang kerja Mr. Rex Ross. Orangnya mirip Papa. Kecil juga. Ada, ya, orang bule yang kecil begini badannya? Gondrong-gondrong gitu rambutnya seperti model potongan rambut Papa. Cuma dia bule. Papa mah Sunda. Mungkin buyut Papa dulu ada yang bule, kali ya? Hihihi.. Si bule ini juga rambutnya hitam. Kayaknya lebih tua dari Papa, deh. Ada kopi di mejanya. Kopi hitam. Kopinya Papa. Jadi kangen sama Papa.

Dalam sesi wawancara itu, Mr. Ross juga mengutak atik riwayat hidupnya. Ia juga menceritakan tentang perusahaannya yang katanya punya klien sampai ke Eropa dan Australia.

So, when can you start working?” tanya Mr. Ross. Rasanya jantung Biya tiba-tiba deg-degan gitu saat mendengar pertanyaan ajaib itu. When? Kapan? Mulai kerja? Kapan, ya? Glek.

I can start as soon as you require, Sir” jawab Biya dengan sopan setelah berhasil mengalahkan dentuman jantungnya sendiri.

Alright, can you start tomorrow?”

Hah?? Gila! Yang bener? Aku belum punya baju buat kerja! Mati aku! Bagaimana, nih?! Wah, kacau!

Yes, Sir. I can.”

Ya, mau jawab bagaimana lagi? Kalau bilang tidak bisa, nanti tidak jadi dapat pekerjaan!

Mr. Ross tersenyum dan menjelaskan bahwa mbak Yofi harus segera cuti, jadi dia perlu segera ada penggantinya yang bisa segera bekerja untuk mempelajari hal-hal yang nanti akan ditinggalkan mbak Yofi saat dia cuti selama tiga bulan. Biya tersenyum dan menjawab, “Ok, Sir, I understand.”

Lalu Mr. Ross memanggil mbak Yofi dan memberitahukan kepadanya bahwa Biya akan mulai bekerja besok. Mbak Yofi tampak senang. Mr. Ross kemudian menyuruh mbak Yofi mengantar Biya bertemu dengan Pak Yudi, Personnel Manager mereka, untuk menyelesaikan prosedur administrasi. Biya tersenyum tertahan antara bahagia dan terkejut. 10 persen keberuntungan, kata Papa. Ini kayaknya sudah lebih dari sepuluh persen, Pa!

Di ruang kerja pak Yudi, Biya mendapat penjelasan bahwa masa tiga bulan cuti mbak Yofi itu juga sekaligus masa percobaan buat Biya. Bila hasil kerjanya bagus dan Mr. Ross senang, maka Biya akan menggantikan mbak Yofi yang akan mendapat promosi ke bagian Keuangan. Wah, ini mah lebih dari 50 persen keberuntungan, deh, Pa!

Hari sudah sore ketika Biya keluar dari kantor itu. Dia langsung menuju mikrolet untuk pulang ke rumah mencari pakaian yang layak buat mulai bekerja di kantor. Papa belum pulang ketika Biya sampai di rumah. Sedang ke Bogor, kata Mami. Tapi Mami langsung mengambil telepon genggamnya dan mengabarkan tentang pekerjaan baru Biya. Mami kelihatan senang sekali. Setelah bicara sebentar dengan Papa, Mami memberikan hapenya itu ke Biya supaya ia bisa bicara dengan Papa. Papa terdengar ceria dan seperti biasa menggoda soal tubuh mungilnya.

”Anak kecil kok sudah kerja?” goda Papa. “makan dulu yang banyak biar cepat besar!”

Ih, Papa! Bukannya bilang congratulations, sih? Malah ngeledekin anak sendiri!”

Papa tertawa dan menghadiahinya congratulations ditambah doa-doa harapan semoga Biya sukses. Amin, terima kasih, Pa.

Selanjutnya, malam itu Biya sibuk memilih pakaian untuk bekerja besok! Biya mengambil tiga potong pakaian kerja Mami yang bisa dipakainya. Untung Mami bertubuh langsing. Setelah mendapat pakaian cukup untuk seminggu, Biya harus kembali ke kosan agar besok tidak terlambat ke kantor. Ke kantor, saudara-saudara! Mimpi, bukan, sih?!

Malam itu juga, Mami mengantar Biya kembali ke kosannya dengan ditemani adek Una dan bergegas pulang kembali ke rumah karena adek harus sekolah paginya. Semua jadi heboh karena Biya mendadak mendapat pekerjaan. Malam itu, Biya tidur setelah mengucap syukur kepada Tuhan. Ada rasa bersalah karena tersadar sudah lama tidak bersyukur. Tuhan memang luar biasa baik.

**

“Mbak Biya mau minum apa?” tanya Jajang, office boy kantor itu.

Biya menatapnya. Jajang melanjutkan, “Kopi atau teh, mbak?”

“Oh.. nice..” bisik Biya dalam hati. Tanpa sadar, ia melihat meja Mr. Ross. Kopi hitam Papa. “Kopi, mas,” kata Biya dengan ceria.

“Hitam atau pake susu, mbak?” tanya Jajang lagi.

“Hitam,” jawab Biya. Entah kenapa, kok, Biya jadi sentimentil begini. Biya mendadak kangen Papa banget! Kopi hitam mungkin dapat melepas rasa kangennya itu. Mungkin.

Jajang pun pergi dan mbak Yofi kemudian mengajaknya berkeliling untuk berkenalan dengan karyawan yang lainnya. Mereka ramah sekali. Senang rasanya mendapat sambutan yang hangat seperti itu.

Ketika kembali ke meja mbak Yofi, kopi hitam pesanan Biya sudah terhidang. Disebelahnya ada segelas air putih. How nice! Enak, ya, jadi karyawan? Rasanya tambah semangat, deh, hari ini.

Setelah kembali duduk dikursinya yang ditaruh di depan komputer bersebelahan dengan kursi mbak Yofi, si bumil yang cantik itu menyuruhnya untuk menyalakan komputer agar dia dapat menunjukkan isi jeroan komputernya. Pagi itu cukup asik juga mempelajari pekerjaan mbak Yofi. Selain mengetik surat-surat untuk Pak Rex, begitu ternyata si boss bule itu biasa mereka panggil, Biya juga harus mengatur jadwal pertemuan pak Rex dengan tamu yang ingin bertemu, atau membuat janji temu dengan pihak lain di luar kantor. Selain itu, Jajang juga termasuk dalam supervisi mbak Yofi. Wah, aku langsung punya anak buah, nih! Hihihi.. keren!

Saking serunya mempelajari pekerjaan mbak Yofi sampai lupa minum kopi yang sudah jadi dingin ketika Biya menyentuh cangkirnya. Tapi Papa juga suka minum kopi yang sudah dingin. Ah, Papa kemarin kenapa mesti ke Bogor, sih?! Jadi nggak ketemu, deh!

Pelan-pelan Biya menghirup kopinya. Teringat kopi Papa. Biasanya, Biya cuma minum kopi hitam dari cangkir Papa. Kopinya Papa. Papa suka suruh Biya bikin kopi sendiri. Tapi Biya maunya minum kopi Papa saja. Karena Biya menghabiskan setengahnya, Papa kemudian membuat secangkir kopi lagi untuk dirinya. Untuk gelas yang kedua itu, Biya tidak ikutan. Biasanya karena Biya sudah asik dengan kegiatan lain. Sampai akhirnya Biya harus tinggal di rumah kos dekat kampusnya supaya bisa konsentrasi belajar, supaya cepat lulus. Selain juga untuk menghemat biaya transportasi yang lumayan mahal.

Biya ingin segera bekerja. Ketika masih di SMA dulu, bisnis Papa bangkrut. Mami sudah berhenti bekerja, sehingga mereka tiba-tiba harus mengetatkan ikat pinggang dan “mantab,” kata Papa. Makan tabungan. Papa mundar mandir ke sana ke mari cari uang. Kalau pergi hari Sabtu, Papa mengajak Mami dan Una yang masih kecil supaya terus bisa diawasi. Karena itu Biya ingin segera bisa dapat pekerjaan supaya bisa ikut meringankan beban Papa. Kasihan. Sudah tua malah harus kerja keras cari uang ke sana ke mari. Sesekali ada hasil yang Papa bisa bawa pulang. Tapi kebanyakan yang lainnya menguap begitu saja. Tapi hebatnya, Papa dan Mami tetap ceria. Mereka terus bersemangat bekerja bersama. Malah sering wefie saat mereka sedang berada entah di mana. “Dibawa senang saja”, kata Mami.

“Biya!” tiba-tiba terdengar suara pak Ross. Biya memandang mbak Yofi, meminta dukungan untuk tindakan selanjutnya.

“Sana,” kata mbak Yofi. Biya pun melangkah ke ruang kerja pak Ross.

“Ini jawaban surat saya, please type it up. I’m sure Yofi has taught you how to take care of this?” kata pak Ross sambil memberikan selembar kertas bertulisan tangannya yang ... keriting.. dan seberkas dokumen lainnya. Suaranya, sih, tidak mirip suara Papa. Bule banget. Hehehe..

Yes, Sir,” jawab Biya singkat.

Sambil berdiri, Biya mengambil buku “signature book” yang berisi dokumen-dokumen yang harus ditandatangani oleh pak Ross. Buku itu sudah berada di out tray, jadi itu artinya sudah bisa diambil untuk diteruskan.

I need more coffee,” kata pak Ross sambil berdiri juga.

Ok, Sir,” jawab Biya mengira bahwa pak Ross minta kopi.

Oh, no. I’ll get it myself,” kata pak Ross lagi sambi memandangnya dan tersenyum seraya berjalan ke pantryPantry itu semacam dapur bersih tempat karyawan membuat kopi atau teh. Ada microwave juga buat menghangatkan makanan atau merebus mie instant. Apik, enak dilihat.

“Semua di sini begitu,” jelas mbak Yofi melihat pandangan mata Biya yang seperti heran karena meihat pak Ross pergi mengambil kopi sendiri. “Kalau pagi, kita disediakan kopi oleh office boy. Tapi setelahnya, kita ambil sendiri.”

Mbak Yofi tersenyum sambil mengambil buku “signature book” dan melihat-lihat dokumen di dalamnya. “Kamu masih mau mengetik surat itu dulu, kan?” katanya, “aku mau ke belakang dulu. Kalau kamu mau nambah kopinya, ya ambil sendiri.”

Si bumil – ibu hamil – itu pun pergi dengan membawa perut besarnya. Terdengar suaranya menyapa karyawan yang lain.

Tak lama, Biya selesai dengan ketikannya, lalu mencatatkan ke buku “log book” yang merupakan buku catatan surat keluar masuk. Mbak Yofi masih belum kembali. Biya melihat kembali ke kopinya. Saat itu pak Ross sudah kembali dengan membawa secangkir kopi yang baru dibikinnya sendiri. Biya teringat lagi Papa dan kopi hitamnya. Kangen.

Tidak terasa, sudah jam 12. Waktunya makan siang. Biya teringat uang sakunya yang terbatas. Duh, makan apa, ya? Mbak Yofi yang sudah kembali mengajaknya untuk keluar makan siang bersama karyawan yang lain. Kalau uang Biya tidak cukup, bagaimana? Duuuuh.. maluuuu.. huuu..

Tiba-tiba telepon di meja mbak Yofi berdering. Mbak Yofi mengangkatnya dan menyapa “This is Yofi speaking” sejurus kemudian dia menyerahkan gagang telepon itu kepada Biya. Biya pun meniru mbak Yofi, “this is Biya, speaking..”

Terdengar suara mbak Icha, receptionist kantor, “sebentar, ya, Bi..” lalu sebentar kemudian terdengar lagi suara lain. “Biya...” suara lelaki. Suara Papa!

Papa ternyata datang untuk menemani Biya makan siang. Langsung dari Bogor, Papa datang untuk memberi selamat kepada Biya dan mengajak Biya makan siang di kantin dekat kantor. Kejutan yang manis! Ah, Papa! Terharu, tauk!

*****

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com

Popular posts from this blog

Selimut Hati (by Dewa 19)

Suka Dewa 19 ? Aku suka lagu-lagunya. No offence but aku gak suka kasarnya Ahmad Dani . Siapa, sih , yang suka..? He he he.. Tapi, aku suka lagu-lagunya. Well, don ' t judge the book by its cover , right ? Aku juga suka suaranya Once . Nice voice . Salah satu lagu yang aku suka adalah Selimut Hati . " Aku.. kan menjadi malam-malammu.. kan menjadi mimpi-mimpimu.." Very nice . Lagunya bikin ngelamun . Lembut dan meyakinkan. Meyakinkan, bahwa yang menyanyikan lagu ini bener-bener ngerti perasaan kekasih hatinya. So sweet ... Dia bener-bener pengen menyenangkan hati kekasihnya, waktu bilang , " Aku bisa untuk menjadi apa yang kau minta .." Tapi dia juga minta pengertian bahwa dia gak bisa seperti kekasih lama yang mungkin masih terkenang-kenang... Ah ... so dearly ... Wouldn't it be nice kalau ada orang yang berlaku begitu untuk kita? Dengan lembut mengungkapkan rasa sayangnya tanpa terdengar menjadi murahan... Tanpa menjadi gombal .. kain bekas buat lap l

Waktunya Berasuransi? [Bagian I]

"Sedia Payung Sebelum Hujan, Sedia Asuransi Sebelum Bencana" [Dian Manginta, tentang HARAPAN AKAN MASA DEPAN] "Belum lepas dari masalah itu, suaminya, tahun lalu kena stroke dan berlanjut pada timbulnya gejala parkinson. Dari bulan September hingga saat ini, setiap bulan dia harus membelanjakan uangnya untuk membeli obat sebesar 20 juta per bulan, di luar biaya rumah sakit. Beruntung suaminya memiliki asuransi dan penggantian pengobatan yang cukup memadai sehingga tidak perlu jatuh bangkrut karenanya. Adik saya yang lain setiap tahun harus mengeluarkan biaya sekitar 200 juta pertahun untuk 4 kali perawatan rumah sakit dengan rata-rata lama perawatan sekitar 10 hari..." Begitulah petikan seorang saudara kita, sebut saja namanya Lekir, di suatu milist . Ia menuturkan tentang pengalaman keluarganya menghadapi "bencana kesehatan". Ratusan juta biaya tiba-tiba harus dikerahkan, karena bencana tersebut datang tanpa diundang. Untung, ada asuransi yang memberikan

Video Baru di YouTube channel-nya Cantik Selamanya #newvideoalert

Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!