Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
KUTIPAN MINGGU LALU: “This documents are still rough, so please give it to her after you make it up. I’ve sent the soft copy thru your e-mail.” “Okay.” Jawab Nita dengan wajah sebal. “I’ll do it after I finish with Vero. She’s an urgent matter to do.” “No. No. No. This is very very very urgent. Bu Marsya needs this as soon as possible. Okay?” Sekarang mata David mulai menjadi tajam juga hampir-hampir mirip dengan tingkah Vero barusan padanya. “But, look.” Nita menunjukkan setumpuk dokumen di tangannya. “This is from Ibu’s office. I’ve to talk with Usep to handle some photo copy and distribution.” Kata Nita dengan tegas. Kalau dengan Andy, Nita merasa lebih percaya diri untuk sedikit berkonfrontasi. Lagi pula, ketika Andy terlihat sedikit bingung, Nita berani mengambil tindakan dengan terus melangkah mencari si Usep yang ternyata sudah sibuk foto kopi dokumen-dokumen lain. | Baru bergabung? Jangan mulai dari episode ini, baca dulu bagian: |
Bu Marsya membalas sapaan Nita dengan senyum dan seperti biasa – setiap pagi sebelum mengatakan sepatah katapun – beliau pasti memandangi Nita dari bawah ke atas. Tapi, Nita sudah biasa dengan cara si bos memandangi dirinya itu – bos itu sudah setahun lebih menjadi atasannya.
“Saya sudah siapkan tele-conference dengan kantor Denpasar dan Singapur untuk jam sepuluh nanti ya, Bu...?” kata Nita tanpa ditanya terlebih dahulu.
“Mana laporan finalnya? Bilang ke Sisca,” jawab beliau singkat lalu terus membalik-balik halaman majalah tersebut.
“Baik, Bu,” sahut Nita sopan. “Apa Ibu masih mau meeting soal Palembang dengan Pak Walker dan Andy Smith?” lanjutnya.
“Andy katanya mau kasih juga laporannya? Mana? Saya sudah tunggu dari kemarin.”
“Iya, Bu. Saya rapihin dulu. Saya baru terima barusan dari Andy,” kata Nita lalu segera cepat-cepat kembali ke mejanya untuk membereskan laporan Andy Smith yang ditunggu-tunggu atasannya itu. Namun sebelumnya ia mengambil sebuah dokumen yang sudah ditaruh oleh Bu Marsya di tray ‘out’nya.
Sesaat Nita mendengar suara telpon berdering di ruangan Bu Marsya. Bu Marsya tidak mengangkat gagang telponnya dan hanya menekan tombol speaker. Jadilah Nita dapat mendengar siapa yang menelpon itu.
“Mbak, aku ada perlu urgent sama Nita, Mbak,” kata Vero di speaker telponnya Bu Marsya!
Begitu mendengar suara Vero yang lagi-lagi menyebut-nyebut namanya, kepala Nita langsung terasa penuh dan panas. Apalagi, saat itu suara Vero terdengar agak memelas dan minta dikasihani.
“Ya. Ya. Panggil aja dia, sana,” begitulah ucapan Bu Marsya yang terdengar dari tempat Nita menjawab telpon Vero.
Dan, sedetik kemudiaaan…
Krrrrrrrriiiinnnngggg!
Telpon Nita berdering. Di layar pesawat telpon muncul nama Vero!
Nita terbelalak. Oh, gitu ya! Gerutunya dalam hati. Dia pake perkenanan Bu Marsya dulu supaya bisa ngerjain gue!
“Yah?!” Nita menjawab telpon dari Vero. Sama sekali tidak terdengar ramah, apalagi dahinya terlihat dikerutkan.
Namun, untungnya dia bicara dengan nada seperti itu dengan kata yang sangat singkat, karena ucapannya tersebut telah tenggelam dengan kata-kata Vero yang panjang, cepat, merembet seperti api terkena bensin. “Kamu dah dengar dengan jelas kan saya tadi bilang apa sama kamu?!” kata Vero dengan tidak sabaran menyambung kalimat berikutnya ”saya bilang kan perjalanan saya itu urgent! Kamu tahu, VISA saya belum diurus, belum tau saya mau nginep di mana. Dan sekarang, sudah hampir sejam yang lalu saya baik-baik datang dan bicara sama, tapi kamu masih juga mengulur-ulur waktu ngurusin ini! KAMU BISA KERJA, APA NGGAK, SIH?!”
“Mbak, saya sedang nanya ke travel agent jadwal semua maskapai penerbangan untuk Jakarta Melbourne minggu depan,” kata Nita dengan hati sedikit ciut.
Bagi Nita, si Vero ini memang tidak punya rasa malu untuk menjaga kesabarannya. Sepertinya Vero menikmati betul marah-marah padanya. Kenapa ke Tasya tidak pernah terdengar ada kisah yang seru ya?
Zzzzzzzzz zzzzzz zzzzz
Telepon selular Nita bergetar. Dia melihat nama pengirimnya adalah Wiguna!
Ah, dia lagi, dia lagi! Keluh Nita sedang bete.
Dia meletakkan telpon tersebut dan tidak membaca isi pesan di dalamnya karena mau cepat-cepat memeriksa semua e-mail yang masuk. Terutama yang datang dari Andy Smith.
“Pagi, Mbak Nita,” tiba-tiba seorang pria muda menyapanya sedang berdiri di balik partisinya. Nita hanya bengong memandanginya. Apa lagi sih?
“Mbak, saya Bagus Kusumo dari lantai empat,” katanya dengan senyum ramah sambil mengulurkan tangan.
“Yah?” Masih dengan terbengong-bengong Nita membalas uluran tangannya.
“Mbak 'kan mau kasih laporan Palembangnya Andy Smith ke Ibu Marsya ya?” si Bagus mulai menunjukkan setumpukan dokumen ke meja Nita. “Ini nanti dilampirkan di belakang presentasi yang sudah dikirim Andy barusan ya, Mbak?”
“Presentasi? Dia tadi ga bilang presentasi,” Nita jadi heran dan melihat lagi dokumen yang tadi diberikan Andy. Oh, ternyata betul. Ia pikir tadi Andy hanya minta diganti beberapa coretan di dokumen yang tadi diserahkannya.
“Nah, iya, betul yang ini,” kata orang tersebut lebih mendekat dan mengulurkan tangannya untuk melihat-lihat dan membalik-balikkan halaman dokumen tersebut. Gerakannya tadi kelihatan gemulai walaupun dari sejak pertama berbicara tadi Nita hanya memperhatikan bahwa tutur katanya amat lembut bagi seorang karyawan pria.
Si Bagus mengamat-amati lembar per lembar dan mengganti beberapa halaman yang tadi diberikan oleh Andy dengan lembar-lembar kertas presentasi yang dibawanya.
Dia melakukannya dengan sangat lembut, perlahan, dan gemulai.
Tapi, Nita malah jadi gelisah. Jantungnya serasa berdetak amat keras dan badannya terasa menjadi dingin.
Dia ingat wajah Vero. Dia harus menemui Vero secepat mungkin! Hhhhhh… Pasti dia udah suntuk banget ama gue nih sekarang.
“Sebentar ya, Mbak,” kata Bagus dengan senyum yang juga lembut. Dia nampaknya seorang yang perasa.
“Saya harus ke ruangannya Vero nih sekarang,” jawab Nita terus terang.
Tidak disangka, Bagus tiba-tiba menoleh dan membelalakan matanya, “ketemu Mbak Vero, ya Mbak?” Dia malah bertanya dengan wajah terkejut.
“Iya, dia dah nyari saya dari tadi.”
“Kalo gitu, yang ini saya ganti dulu. Habis itu, saya kembali ke Mbak lagi, boleh, Mbak?” Kata Bagus baik hati.
Nita merasa lega. Si Bagus melangkah pergi.
“Mbak, saya balik setengah jam lagi, boleh?” katanya sebelum berjalan jauh.
Nita mengangguk-ngangguk dan buru-buru mengetik e-mail ke travel agent untuk jadwal perjalanan rute Jakarta-Melbourne minggu depan. Di kepalanya memang sudah ada rencana untuk menanyakan jadwal perjalanan itu ke travel agent, tapi sebelum melakukan apa-apa untuk Vero, ia malah sudah menelpon Nita lagi. Jadi, setelah mengklik ‘send’, ia buru-buru mengambil kertas dan pulpen sambil berlari ke ruangan si orang paling sangar itu.
Tapi, sebelum mencapai ruangan Nita, ia baru ingat untuk mencari Sisca dulu! Aduh! Sisca dicari Ibu!
Nita berlari-lari lagi menuju mejanya. Daaaaannn… bruk! Dia menubruk Pak Walker yang baru muncul dari pintu samping.
“Sorry, Pak. Sorry, Pak,” Nita cepat-cepat minta maaf.
“It’s okay,” untungnya Pak Walker menjawab dengan tersenyum dan menepuk pundak Nita, ”Go and finish your task, good girl,” katanya.
Nita tersenyum dan cepat-cepat menelpon nomor telpon extension Sisca.
Tut tut tut tut tut tut… Nada sambungannya sibuk. Jadi, Nita cepat-cepat mengirimkan email ke Sisca: Bu Sisca, Ibu meminta laporan buat teleconference jam 10 pagi ini. URGENT. Lalu, setelah klik ‘send’, ia kembali berlari-lari menuju ruangan Vero.
Di dalam ruangan ada Edward dan Yanti di ruang kerja Vero. Edward terlihat duduk santai di kursi yang diletakkan di depan meja Vero, sementara Yanti duduk di atas credenza yang terletak di samping meja kerja Vero. Edward dan Yanti kelihatannya sangat cocok satu sama lain. Mereka kelihatan sangat santai dan sering ada bersama-sama. Dan sekarang, mereka sedang tertawa-tawa entah hal lucu apa yang sedang dibahas di situ.
“Bajunya jadi basah semua!” kata Edward sambil tertawa dengan suara keras disambut dengan tawa terpingkal-pingkal Yanti dan Vero.
Nita jadi agak merasa kikuk memasuki ruang kerja Vero.
“Permisi,” sapa Nita pada semua orang yang ada di ruangan tersebut. Tapi, mereka tiba-tiba malah jadi terdiam ketika mendengar sapaan Nita.
“Ya, Nita. Masuk,” kata Vero dengan lunak. Mungkin suasana hatinya sedang nyaman karena baru disajikan sebuah cerita humor dari Edward dan Yanti.
Edward segera berdiri dari tempat duduknya, namun Yanti tetap tidak bergerak dari credenza tersebut.
“Oke, aku ke tempatnya Pak Dodi dulu ya, Mbak,” kata Edward bergegas meninggalkan ruangan. Tapi Yanti tidak bergeming dari tempatnya. Sambil tetap duduk di situ, ia melipat tangannya, dan malah memandangi Nita dari bawah ke atas.
Sesaat ketika Nita melangkahkan kaki memasuki ruang kerja Vero, Yanti dan Vero saling berpandangan. Entah apa yang ada di pikiran mereka, tapi Nita jadi merasa tidak nyaman dengan tingkah laku semua orang yang ada di ruangan tersebut.
Yah, harus gimana lagi? Hhhhhh… Biarpun suasananya seperti ini, ya, pekerjaan harus diselesaikan. Maka iapun melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut walaupun dengan perasaan sangat kikuk.
Dengan gerakan perlahan dan sangat hati-hati, Nitapun mulai mencatat semua keinginan Vero untuk semua urusan perjalanannya ke Australia. Sementara di atas credenza itu, Yanti tanpa merasa risih sedikitpun ia tetap duduk nyaman di situ. Dengan tetap mengawasi pembicaraan Nita dan Vero.
Heran, kenapa ya, kalau dengan Nita, Vero galaaaak banget, tapi Yanti kok bisa seenaknya saja duduk-duduk disitu?
Mungkin si Vero ini yang punya kepribadian ganda… Soalnya, dia itu kalau di depan Bu Marsya bisa lemah gemulai, dan kalau bicara dengan Yanti selalu terlihat klop. Nita hanya menganalisa sendiri di dalam hati.
Tapi, tanpa komentar apapun dia mendengarkan saja apa yang Vero katakan. Baik itu mengenai hotelnya yang harus double bed, non smoking room, dan sekaligus juga lokasi hotel tersebut harus dekat dengan kantor cabang disana.
Oh, kesana untuk training… Nita bergumam di dalam hati.
Tidak lupa, Vero juga menegaskan bahwa dia menginginkan perjalanan yang tidak terlalu siang tapi tidak terlalu pagi. Tapi ia juga tidak mau tiba di airport xxxx Melbourne terlalu malam. Selain urusan visa, ia juga meminta supaya Nita juga mengurus biaya-biaya pembayaran pajak bandara, transportasi selama di Melbourne, makan, uang saku, dan semua-semuanya yang ia sebutkan.
Sebetulnya, saat sedang mencatat semua ucapan panjang lebar Vero, Nita merasa lega karena ternyata Vero akan berada di Melbourne lumayan lama. 5 hari kerja!
Cihuiii…!
Rasanya ia ingin sekali melompat-lompat ketika meninggalkan ruang kerja Vero. Namun semua perasaan gembiranya tersebut ditahannya saja di dalam hati.
Apalagi, belum sempat ia meluapkan rasa gembiranya, dari ujung jalan sudah terlihat si Bagus sudah berdiri menantikannya di pinggir partisi meja Nita,.
Oh iya, aduh! Bahan presentasinya mau dipakai Bu Marsya!
Walaupun hatinya sedang gembira, ia kembali buru-buru mengurus persiapan bahan meeting untuk si boss yang akan berjalan hampir satu jam lagi. Nita juga masih memastikan dokumen yang harusnya sudah diserahkan Sisca.
Apalagi nanti siang Bu Marsya akan kedatangan beberapa tamu dari luar perusahaan, Nita juga harus memastikan ruang meeting betul-betul dapat dipakai untuk kepentingan meeting Bu Marsya.
Sepertinya nampak di wajah Nita sedang berbicara sambil tersenyum di telpon dengan travel agent ketika mengurus perjalanan Vero. Ia juga tampak terlihat senang ketika mengurus ke bagian keuangan dan SDM untuk semua urusan terkait dengan perjalanan si bos yang bukan bosnya. Ia juga tidak ingat lagi kalau semua itu seharusnya dikerjakan Tasya.
Bersambung
Baca juga: "Pembacaan Cerber "Nita si Sekretaris" di Radio Cempaka Asri FM!" |