Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
KUTIPAN MINGGU LALU: Keluar dari kamar mandi, Nita jadi teringat dengan obrolannya bersama Pak Hardi yang orang SDM itu. Beliau itu pegawai dari divisi SDM yang sudah agak tua tapi gerak-geriknya sering keperempuan-perempuanan. “Eh, kamu memang anak yang baik lho, Nit.” Kata Pak Hardi suatu hari. “Kalau kamu tidak lupa memberikan sedikit dari gajimu itu pada orang tua sendiri.” Padahal Nita tidak curhat sedikitpun, mau mengenai pengiriman uang ke orang tua atau apapun padanya. Sambil menyisir rambutnya, Nita jadi tertawa sendirian mengingat gayanya Pak Hardi yang kelihatan banget sok akrabnya. Ah, kembali kepada hal semula, hari ini Nita tidak memiliki beban berat untuk melangkahkan kaki berangkat menuju kantor. | Baru bergabung? Jangan mulai dari episode ini, baca dulu bagian: |
Di pantry, sambil mengaduk-aduk teh yang akan dibawanya ke mejanya, Nita melihat ada lembaran kertas yang ditumpuk dekat mesin penghancur kertas. Sepertinya kertas-kertas tersebut akan dihancurkan tapi belum dilaksanakan. Bagi Nita, kertas-kertas yang dihancurkan adalah dokumen yang bersifat rahasia, jadi, tidak boleh menunda-nunda untuk menghancurkannya.
Lembaran paling atas dari kertas-kertas tersebut adalah dokumen berbentuk excel yang tidak jelas mengenai laporan apa.
Namun, pada lembar kedua, ada dokumen e-mail yang sepertinya tidak tercetak dengan baik. Kalimat-kalimatnya terpotong dan kertasnya juga agak sedikit lecek dengan tulisan yang agak mengejutkan: Vero should be transferred asap for an efficiency’ sake.
Siapa ya yang menulis e-mail ini? Dan kepada siapa? Nita bertanya-tanya.
Tapi kemudian ada suara pembicaraan seseorang yang sepertinya sedang berjalan mendatangi arah pantry.
Ups… Nita buru-buru mengembalikan lembar kertas cetakan e-mail tersebut pada bagian lebih bawah dari tumpukan semula.
“I like to the way of Marsya in selecting female employee to this company.” Oh, itu suaranya Andy Smith. “You know, this been made me feels fresher to work.”
Suara Ellen tertawa mendengar kata-kata Andy Smith tersebut. “Why? Because of the lady, the new comer?” Tanya Ellen.
New comer? Siapa? Nita bertanya-tanya sendiri lagi. Ia sekarang malah jadi terpaku di dalam ruangan itu. Karena, setelah membaca kertas e-mail tadi, ia merasa jadi ingin tahu sesuatu yang mungkin adalah rahasia.
“Yea, Marsya and her girls are like Charlie’s angels.”
“O, whose are Marsya’s girls? Do you mean, me and Nita?” Sedikit terlihat dari dalam pantry, Ellen kelihatan sangat ingin tahu dengan jawaban Andy Smith. Tapi kok, si Andy malah kelihatan agak berubah ekspresi wajahnya?…
“I meant, Marsya, Vero, and Sarah.” Jawab Andy pelan tapi masih cukup lumayan terdengar.
“Oh...!” Dari wajahnya, kelihatannya Ellen tidak menyangka dengan jawaban Andy. “I thought, that would be me and Nita… hahahahahaha…!”
Ellen tertawa lebar dan suaranya lumayan cukup berisik untuk suasana pagi yang belum banyak orang hadir, jadi suasana masih cukup sepi karena aktivitas kerja kantor pun memang belum sepenuhnya berjalan.
“Oh, sure. We have also another Charlie’s angels.” Kata Andy lagi. “They are you, Tasya, and Nita.” Lanjut Andy dengan wajah menegaskan. Alis matanya terangkat sedikit, matanya dibelalakan dan bahunya sedikit diangkat.
“Ah...,” Suara Ellen. Dia kelihatan seperti ingin berargumentasi dengan Andy.
“Nita, you said?” Kata Ellen lagi dengan suara seperti tertelan tapi dengan wajah bertanya-tanya.
“Yea, she's pretty.” Jawab Andy. Tapi lanjutnya, ”Oke lah Ellen, Tasya is nice also. Hey, thanks for this document, okay?” Lalu Andy menghilang ke arah koridor sebelah kanan.
Seketika itu juga, Nita mengeluarkan sendok dari cangkir tehnya dan segera membawa cangkir teh tersebut keluar dari pantry.
Yah, tentu saja Nita dan Ellen berpapasan.
Walaupun dengan hati tidak enak, Nita buru-buru mengeluarkan senyumnya pada Ellen ketika mereka berpapasan di dalam pantry –yang tentu saja– Ellen tidak menyangka dengan pertemuan mereka. Jadi, dari wajahnya kelihatan ia terkejut.
“Lu dah datang ya, Nit?” Tanya Ellen seketika melihat Nita yang ternyata ada di dalam pantry.
Tapi Nita ngeloyor terus dan hanya menyahut, ”Iya, udah lima belas menitan.”
Penting amat sih jadi cantik ato jelek, semoga perusahaan lebih mempertimbangkan otak dari pada penampilan luar, tukasnya dalam hati.
Walaupun pembicaraan Ellen dengan si bule yang sering menyebalkan itu tidak terlalu penting bagi Nita, namun pada sisi lainnya, ia masih juga terusik dengan pesan e-mail yang terpotong itu tadi.
Sambil memeriksa satu per satu e-mail yang masuk di pagi hari itu, pikirannya masih terganggu dengan tampang sangar Vero. Ia tidak habis pikir, orang yang selama ini kalau sudah marah suaranya tidak karuan gelegarnya, selama ini tingkah lakunya yang heboh itu tidak pernah dikonfrontasi oleh siapapun. Ibu Marsya aja selalu oke-oke kalau Vero bilang apa saja. Pak Walker juga selalu kelihatan cool dengan performance Vero. Malah, tiga bulan kemarin kan dia dapat e-mail pujian dari Bu Marsya yang ditembusin kemana-mana. Apalagi, dengar-dengar Vero itu lulusan Amrik dengan predikat oke, jadi tidak mungkin perusahaan bakal menyia-nyiakan Vero...
Duh… Nita jadi pusing sendiri. Ngapain sih serius-serius mikirin itu?
Iapun buru-buru beranjak dari kursinya untuk mencari Office Boy yang akan membantunya mem-foto copy beberapa buah dokumen. Di koridor jalan dekat jalan berbelok menuju arah pantry, sekelebat Nita mendengar kata ‘Vero’, diucapkan agak berbisik oleh Pak Walker. Secara refleks Nita menoleh ke arah Pak Walker yang dapat dilihat tembus pandang dari balik jendela ruang kerjanya. Tapi, uh! Pak Walker juga ternyata sedang melihat Nita.
Nita cepat-cepat buang muka dan cepat-cepat berjalan menuju pantry.
Di pantry, si Usep tidak ada. Dia melirik ke arah tumpukan kertas yang tadi belum dihancurkan ternyata masih beronggok disitu. Dengan hati sedikit dag dig dug – karena takut ketahuan orang lain – Nita melihat-lihat lagi lembaran e-mail tadi. Oh, masih ada!
Ia segera menyalakan mesin penghancur kertas dan memasukan lembar kertas tersebut, setelah itu segera ia melangkah menjauhi mesin tersebut. Biar ga ketahuan, bisiknya dalam hati.
“Mbak Nita.”
Nita berpaling dengan kaget setengah mati. Karena tiba-tiba si Usep sudah ada dibelakangnya.
Dengan wajah Nita yang masih belum hilang ekspresi terkejutnya, Usep bertanya, ”Ada yang perlu saya bantu, Mbak?”
“Oh ya.” Jawab Nita sambil mencuri nafas lega sebentar,” ada beberapa yang perlu di-foto copy dan distribusi ya. Yuk, ke tempat saya?”
Zzzzzzzzz zzzzzzzz zzzzzzzzz
Telpon seluler yang ada di saku Nita bergetar. Tapi karena, getarannya lebih panjang, berarti itu adalah telpon yang masuk.
Nita mengambil telpon seluler tersebut dan melihat ke layarnya siapa penelponnya. Bu Marsya.
“Pagi Bu Marsya,” sapa Nita dengan segera.
“Kamu lihat Pak Walker sudah ada di ruangannya, belum, Nit?” Tanya Bu Marsya tanpa membalas sapaan selamat pagi dari Nita.
“Sudah ada, Bu.”
“Sendirian?”
“Iya, lagi sendirian.”
“Ibu perlu saya buatkan jadwal dengan Bapak Wa..”
“Ga usah! Saya sudah ada di lift. Sebentar lagi saya sampai.”
Bu Marsya segera mematikan sambungan telpon.
Hmmmmm… Ya udah kalau gitu, gue jadi ga repot.
Nita berjalan balik lagi menuju mejanya dengan diikuti oleh Usep di belakangnya. Mereka berjalan melintasi koridor belakang dan melewati ruang kerja Pak Walker. Pak Tua bule itu masih ada di ruangannya.
Eh, dia menengok ke arah Nita lagi ketika Nita lewat situ… Tapi sekarang Nita lebih siap. Iapun memberikan senyumnya dan mengucapkan ”...'mat pagi, Pak.” Seru Nita sambil tetap berjalan menuju mejanya.
Ternyata Bu Marsya sudah ada di belakang Nita.
Wauw...! Nita hampir tidak sempat menyembunyikan keterkejutannya pada sosok boss yang sedang berjalan di belakangnya. Pasti jalannya ke arah Pak Walker dulu.
Sang Bos - yang selalu bersikap tenang dan sangat kontras dengan tingkah laku Vero itu - berjalan dengan anggun dan kepala sedikit terangkat. Langkah-langkah kakinya tidak buru-buru seperti kebanyakan wanita-wanita karir di gedung tempat Nita bekerja. Walaupun si bos, sudah melihat Nita sejak tadi, namun ketika menengok ke arahnya dan mengucapkan selamat pagi, bos Nita tersebut hanya membalas dengan senyum yang hampir tidak kelihatan. Dingin.
Bersambung
Baca juga: "Pembacaan Cerber "Nita si Sekretaris" di Radio Cempaka Asri FM!" |