Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
KUTIPAN MINGGU LALU: “Oh, tadi itu Mbak ada masuk ke ruang kerja Pak Walker untuk minta tanda tangan itu ya?” Tanya Nita kemudian. “Ya deh, Mbak Tini. Berarti nanti Mbak ketemu sama Sarah kan buat tanda tangan? Sekalian formulir kepegawaiannya ya, Mbak?... Makasih.” Lanjut Nita lagi sambil mengingatkan, kemudian menutup telponnya. Apa tadi mereka itu ribut-ribut karena Sarah ya? Terlintas dalam pikiran Nita. Terus tadi kenapa Yanti sepertinya ikut-ikut ribut di tempatnya Pak Walker ya? | Baru bergabung? Jangan mulai dari episode ini, baca dulu bagian: |
Nita hanya bisa menarik nafas panjang saja. Hhhhhhhhhh… Sambil masih merenung sebentar. Ia kemudian meluruskan kakinya lalu meminum segelas air putih yang ia taruh disudut meja yang agak jauh dari tumpukan kertas-kertas.
Tidak berapa lama sesudah itu terdengar langkah-langkah kaki seseorang dengan nafas tersengal-sengal. Tanpa menoleh, Nita sudah tahu kalau itu adalah Mbak Tini, yang juga punya ciri khas selain logat yang sangat kental, cara berjalannya juga diikuti nafas tersengal-sengal.
Mbak Tini berhenti sebentar di meja Nita dan memberikan beberapa lembar kertas yang harus dijelaskannya terlebih dahulu pada Nita lalu kemudian dibawanya masuk ke dalam ruang kerja Sarah. Nita hanya mengangguk-angguk mendengarnya.
Ellen yang dari tadi memperhatikan, tidak tahan untuk tidak menelpon Nita.
“Nit, dia bakal jadi bos elo?” Tanya Ellen langsung pada maksud dan tujuannya.
“Nggak tau. Kenapa?”
“Soalnya, kayaknya kok elo yang repot urusin dia.”
“Ya, kan mak gue suruh gue supaya dia masuk ke ruang kerja itu.”
“Siapa sih namanya? Sarah, bukan?”
“Iya. Kok, lo tau?” Nita jadi mulai heran.
“Eh, ntar lagi ya disambung.” Balas Ellen buru-buru menutup telponnya.
Yah, bagaimana ya? Gue nggak sengaja nelpon Mbak Tini yang ngurus kontrak kepegawaian, eh, ternyata Mbak Tini malah kesini…
Nita terus saja melanjutkan pekerjaannya, mengubah coretan-coretan pada data presentasi hasil koreksi dari Bu Marsya.
Saat itu, Mbak Tini memasuki ruang kerja Sarah yang masih duduk-duduk santai mengamat-amati pemandangan jalan raya dan gedung-gedung perkantoran yang ada di luar jendela. Kemudian, mereka terlihat berbicara sambil memandangi formulir yang tadi dibawa Mbak Tini lalu ada beberapa bagian yang ditulis oleh Sarah. Selain itu, Mbak Tini juga membawa beberapa dokumen lain dari dalam amplop coklat besar yang tadi dibawanya. Sarah terlihat mengambil beberapa lembar dari dokumen tersebut, membacanya selama beberapa menit, lalu membubuhkan tanda tangan, dan kemudian ada lembaran yang diserahkannya ke Mbak Tini dan yang lainnya disimpannya didalam tasnya.
Pada saat mereka berbicara entah mengenai soal apa lagi, tiba-tiba volume suara Sarah menjadi lebih keras.
“Siapa itu, sekretarisnya Ibu Marsya?” Ucapnya terdengar jelas dari meja Nita. Sekarang baru jelas terdengar bahwa logat Sarah seperti orang yang tidak biasa berbahasa Indonesia. Barangkali, dia itu ada keturunan orang bule…
“Siapa dia? Siapa namanya?” Masih suara Sarah bertanya-tanya ke Mbak Tini dengan suara yang lumayan jelas terdengar dari meja Nita. Tapi sekarang intonasi suaranya seperti sedang menarik perhatian orang supaya mendengarkannya.
Memang aneh juga dengan pertanyaan Sarah itu. Padahal tadi 'kan Nita sendiri sudah berbicara dengannya pada saat menerimanya masuk dari ruang reception sampai ke ruang meeting. Bahkan Nita sendiri juga yang membawa Sarah masuk ke ruang kerjanya yang baru.
Tapi Mbak Tini buru-buru beranjak dari kursinya dan menghampiri Nita. “Nit, kamu dipanggil Mbak Sarah.” Kata Mbak Tini masih dengan nafas tersengal-sengal dari balik partisi meja Nita.
“Oh…?” Nita menyahut dengan wajah seperti baru mengetahui bahwa maksud Sarah bertanya dengan suara keras seperti itu adalah memanggilnya masuk ke ruang kerjanya. Namun, dengan wajah pura-pura terkejut, Nita menoleh ke arah Mbak Tini. “Kenapa, Mbak?” Dia juga pura-pura bertanya.
“Cepet, ayo sini.” Sahut Mbak Tini setengah mendesis.
Bersambung
Baca juga: "Pembacaan Cerber "Nita si Sekretaris" di Radio Cempaka Asri FM!" |
