Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
KUTIPAN MINGGU LALU: Di dalam ruang kerjanya, Sarah malah duduk di pinggir mejanya dan mulai melipat satu tangannya di dada, dan satu lagi di pinggangnya. Persis seperti seorang supermodel yang akan difoto. “Saya selalu datang pagi-pagi. Saya merasa teh yang disediakan di sini tidak enak. Jadi...” Sarah mulai bergerak dari pinggir meja dan mengambil sebuah kotak yang ada di mejanya. “Kamu yang simpan teh ini dan berikan setiap kali saya perlu ke office boy di sini, okey?” Tentu saja Nita sebal mendengarnya. Kirain dia mau ngomong yang lebih penting dari cuma teh doang. “Baik.” Jawab Nita dengan sopan dan mengambil kotak teh tersebut dari tangan Sarah dan melangkah keluar. | Baru bergabung? Jangan mulai dari episode ini, baca dulu bagian: |
Ketika Nita masih di pintu, Bu Marsya ternyata baru datang dan berpapasan dengan Nita di situ.
Lirikan mata Bu Marsya yang tajam segera mengarah ke Nita.
“Pagi, Bu.” Sapa Nita sambil menganggukkan kepala.
“Sini...” Kata Bu Marsya setengah mendesis saat berjalan melewati Nita sambil memberikan tanda dari gelengan kepalanya.
Di pojok mata Nita melihat beberapa orang sedang berjalan menuju ke arahnya. Tapi ia mengikuti saja Bu Marsya memasuki ruang kerjanya.
Setelah pintu tertutup Nita buru-buru mengingatkan jadwal meeting yang kira-kira setengah jam lagi akan Bu Marsya hadiri.
Di tempat duduknya Bu Marsya hanya mengangguk-angguk saja. Tapi tidak berkata apa-apa. Dalam hati Nita jadi merasa tidak enak dengan sikap sang bos yang seperti itu, tapi ia hanya tetap berdiri kaku saja memandangi Bu Marsya yang hari itu walaupun tetap berdandan cantik dengan setelan komplit bertema gold mulai dari blazer dipadu dengan aksesoris anting-anting, gelang, kalung, dan jam tangan, bahkan tasnya yang semuanya berwarna senada.
Blazernya itu ditaruh di punggung kursinya tapi blouse berkerah tinggi yang menjadi baju bagian dalam berwarna broken white, tetap membuat Bu Marsya tampak sangat modis. Di sudut meja dekat monitor komputer, terlihat tasnya yang mahal sekali itu ditaruh di situ. Selama ini, Bu Marsya, seperti yang sudah-sudah Nita lihat setiap harinya, memang selalu terlihat menggunakan tas-tas dengan merek terkenal yang mungkin saja harganya berlipat-lipat dari gaji yang diterima Nita setiap bulannya.
Tapi, karena terlalu lama bagi Nita menanti-nantikan sang bos mengatakan sesuatu padanya, maka ia mengangkat tangannya untuk mengatakan sesuatu, namun pada saat itu juga, Bu Marsya juga tiba-tiba menggerakkan badannya dan mulai mengalihkan duduknya yang semula menghadap meja, kini, dialihkan ke komputer.
Nita mengerutkan dahinya. Sebentar ia berpikir apa yang harus ia lakukan dan menunggu lagi apakah yang akan dikatakan Bu Marsya padanya.
Tapi karena beberapa detik lamanya tampaknya tidak ada tanda-tanda sang bos mengatakan sesuatu dan hanya membalikkan badan dari arah komputer ke arahnya, maka Nitapun mulai berinisiatif mengatakan “Bu, laporan-laporan untuk bahan meeting sudah ada di sini, Bu, dan masih ada lagi yang mau saya cetak.” Baru sesudah itu ia mau mengatakan ‘Permisi, Bu’ agar bisa cepat-cepat pergi meninggalkan ruang kerja si bos dan buru-buru mengurus pekerjaannya dari pada cuma diam saja seperti sekarang ini.
“Nita, kamu harus memperhatikan prioritas.” Kata Bu Marsya, tiba-tiba. Arah pandangnya sekarang sudah kembali lagi ke komputer ketika mengatakannya.
“Saya tidak perlu mengingatkan untuk lebih memprioritaskan pekerjaan daripada ngobrol-ngobrol.” Kata Bu Marsya lagi sambil menoleh sedikit ke arah Nita.
Tentu saja wajah Nita pucat pasi mendengarnya. Tapi, ternyata, dari tadi sang bos hanya mau mengatakan itu padanya. Sebenarnya atas dasar apa ya? Nita sendiri merasa hampir tidak pernah punya waktu untuk ber-haha-hihi dengan teman-temannya karena pekerjaannya sangat banyak sekali dan beraneka rupa.
Hmmmm… mestinya Bu Marsya tahu betul tentang hal ini.
“Oh ya, Bu. Mohon maaf jika saya salah. Tapi saya juga diberitahukan oleh Bu Sarah bahwa saya adalah bagian dari timnya.”
Ia melangkah mundur dan mengatakan, ”Ya, kan, Bu?”
Tapi Bu Marsya baru beberapa detik kemudian mengucapkan, ”Hah?” dengan wajah terheran-heran.
Beliau kemudian menyandarkan duduknya di senderan kursinya. Tetap tidak mengatakan apa-apa, lalu, setelah mengarahkan pandangannya pada Nita, Bu Marsya malah kemudian mengalihkan arah pandangannya keluar jendela.
Bersambung
Baca juga: "Pembacaan Cerber "Nita si Sekretaris" di Radio Cempaka Asri FM!" |
