Sudah lama gak nulis blog, hari ini aku baru saja upload video lanjutan dari video nasihat buat yang mau menikah. Supaya pernikahannya langgeng dan bahagia. Mau, 'kan ? Banyak orang yang menikah tetapi tidak mesra hubungannya dengan pasangan. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya sendiri-sendiri. Padahal, menikah itu menyatukan dua orang dalam satu hubungan yang erat, ada ketergantungan satu sama lain. Dua jadi satu. I need you, like you need me. Gitu. Kalau orang menikah 'kan inginnya bahagia, awet selamanya, hingga maut memisahkan. Kalau menikah tetapi dingin satu sama lain. Tidak ada kangen lagi. Kepinginnya ketemu teman-teman yang asik itu. Siapa yang mau tinggal dalam pernikahan seperti itu? Nah, kalau video yang sebelumnya bisa dilihat dengan klik di sini , video lanjutannya bisa dilihat dibawah ini.. Sok, atuh, di tonton.. Jangan lupa SUBSCRIBE , ya... lalu share, mungkin ada yang perlu nasihat supaya mantap langkahnya untuk menikah. Take care!
KUTIPAN MINGGU LALU: “Terima kasih semuanya. But sorry, time is up. Hope that we will be a great team.” Katanya lagi dengan wajah gembira membalas keramahan semua orang yang sedang menemuinya itu. Mendengar suara Sarah mengucapkan kalimat seperti itu, hhmmm… aneh… Nita kok jadi merasa tidak nyaman, ya…? Ia jadi semakin bertekad untuk membicarakan masalah keanggotaan Nita dalam timnya Sarah itu dengan pihak yang berkompeten. Kalau tidak dengan Bu Marsya sendiri, ya, tentunya Pak Hardi di haerde. Ketika Nita kembali lagi ke mejanya, pesawat telponnya sudah menyala. Nita mencoba menghubuni Anna, sekretarisnya Pak Hardi itu. Tapi sekarang, kok malah tidak dijawab-jawab oleh Anna. Duh… capek deh… | Baru bergabung? Jangan mulai dari episode ini, baca dulu bagian: |
“Nit, gimana? Ada dokumen masuk ga untuk saya?” Tanya Edward per telpon.
Sesaat Nita diam hanya saja.
“Helooo Nit.” Kata Edward lagi.
“Pak, kayaknya bapak salah alamat lagi deh.” Sahut Nita dengan cepat.
“Emang kenapa sih, Pak.” Sambungnya. Sekarang Nita mulai meniru-niru gaya Ellen menggali informasi atas sesuatu yang tidak beres.
“Hmmm… Ga ada apa-apa sih.” Jawab Edward dengan nada suara yang tidak meyakinkan.
“Eh, kamu makan siang, di mana?” Tanya Edward tiba-tiba melompat dari topik pembicaraan semula.
“Mau traktir, ya, Pak? Mau dong..”
“Boleh-boleh. Nanti jam dua belas kita ketemu aja di lobi ya?” Kata Edward lalu kemudian menutup telponnya.
Lho… kok ternyata si Edward itu menelpon hanya untuk mengatakan itu saja?
Nita malah jadi merasa heran dan tambah merasa pasti ada sesuatu yang hendak disampaikan Edward padanya… Apa, ya?
Bu Marsya tiba-tiba muncul dari koridor samping dan berjalan memasuki ruang kerjanya.
Nita segera beranjak dari kursinya dan memperhatikan apakah si bos sedang dalam suasana hati yang enak diajak bicara atau tidak. Nita yakin akan hal itu, karena setidak-tidaknya hal itu dapat ditebak dari ekspresi wajah Bu Marsya.
“Bu.” Kata Nita yang sudah berdiri di depan meja Bu Marsya.
“Ya?” Bu Marsya mendongakkan kepalanya dengan tatapan mata yang tidak enak dilihat.
Uhhhh… kelihatannya dia lagi bete.
“Kamu tidak mengetok pintu dulu, Nita. Biasa seperti itu, ya?” Ucap Bu Marsya dengan sinis. Aduh… gimana ya, ini? Nita sudah terlanjur melangkah masuk karena tadi ia melihat wajah Bu Marsya kelihatan tenang-tenang saja.
“Maaf, Bu.” Nita tidak dapat menyembunyikan wajahnya yang pucat. Namun ia cukup berani juga menatap Bu Marsya.
“Saya cuma mau konfirmasi saja.” Katanya sepotong-sepotong.
Bu Marsya mulai menyandarkan punggungnya ke kursi, melipat tangannya dan memperhatikan Nita bicara apa. Masih dengan ekspresi wajah yang tidak enak dilihat.
“Maaf kemarin saya tidak sempat bilang ke Ibu, bahwa saya adalah bagian dari timnya Bu Sarah.” Kata Nita dengan lancar.
Bu Marsya masing memandangi Nita. Sekilas terlihat beliau mengangkat bahunya. Tapi kemudian beliau berkata, ’Ya?’
Nita tidak mengerti maksud kata ‘ya’ dari si bos.
“Ya, itu, Bu.” Kata Nita tetap menantikan konfirmasi dari atasannya itu.
“Tidak apa-apa. Nanti dibahas lagi masalah struktur jabatan dan tanggung jawabnya dengan kamu dari haerde.” Kata sang bos dengan tatapan tegas pada Nita.
“Begitu, ya, Bu? Terima kasih.” Kata Nita sambil berlalu meninggalkan ruang kerja Bu Marsya.
Hmmm… kenapa tadi si ibu bilang soal struktur-strukturan ya? Apa memang akan ada restrukturisasi?
Ketika Nita sedang berjalan keluar pintu itu, Nita melihat Vero sedang berjalan menuju ruang kerja Bu Marsya.
Nita memang tidak mengingat-ingat kapan jadwal Vero kembali dari trainingnya yang di Australia itu.
“Eh, mak lu ada?” Katanya, masih dengan suara keras terdengar oleh banyak orang, sambil berjalan dengan dagu sedikit terangkat dan menjinjing sesuatu di dalam tas yang sepertinya keluaran sebuah toko terkenal entah di mana.
Nita hanya menjawab dengan anggukan kepala saja dan berjalan menuju mejanya.
“Hai, mama Marsya!” Seru Vero dengan nada suara seperti orang yang sedang tidak dapat menahan diri melepas rindu dengan bos Nita itu…
“Hai, apa kabar?!” Itu suara Bu Marsya, wajahnya tampak gembira dan beranjak dengan cepat dari kursinya untuk menghampiri Vero lalu merangkulnya dan merekapun kemudian saling cium pipi kiri dan kanan.
Melihat pemandangan yang kontras dengan yang baru saja Nita alami di ruang kerja itu, uuuhhh… ia merasa hatinya tertusuk juga.
Apalagi kemudian Vero terlihat mengeluarkan sesuatu yang terbungkus dengan menarik dari dalam tas yang tadi dijinjingnya itu. Vero yang biasanya bicara dengan keras pada Nita, saat ini malah hampir-hampir tidak terdengar lagi volume suaranya.
Tidak lama sesudah itu, Bu Marsya malah berjalan dari tempatnya dan menutup pintu. Tapi dari balik kisi-kisi jendela terlihat ekspresi wajah mereka yang tadinya terlihat gembira, sekarang berubah jadi serius. Sepertinya mereka sekarang sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting.
“Nit, kamu nggak nyamperin Vero tadi ya?” Tiba-tiba Darman yang pendiam itu mengeluarkan suaranya.
“Dia 'kan bawa banyak makanan tuh tadi. Kayaknya dia bawa dari Australi deh. Anak-anak masih pada ngerumunin.” Sambungnya lagi.
“Ellen tuh juga bawa cemilan juga dari tempatnya Vero.” Masih kata Darman.
Asti yang duduk di partisi agak jauh dari Nita hanya melirik saja ke arah Darman. Kalau melihat tingkah laku seperti itu, sepertinya Asti memang tidak ingin memberitahukan hal ini ke Nita.
Nita memang tidak mengerti dengan jalan pikiran Asti yang terlihat dari tingkah lakunya yang tidak simpatik padanya. Tapi Nita merasa tidak terlalu penting untuk mencoba memahaminya. Toh, seharusnya Asti bersikap professional karena semua orang yang ada di sini adalah sama-sama karyawan juga.
Baca juga: "Pembacaan Cerber "Nita si Sekretaris" di Radio Cempaka Asri FM!" |